NAMA : TOYA LEBANG
NPM : 17211158
KELAS : 4EA03
TUGAS : ETIKA BISNIS
Contoh Kasus 1 Bisnis Yang Tidak Beretika
Selasa, 16
Juni 2009 , 11:31:00
PT A Tidak
Punya Etika PT B Siap Jadi C SAMARINDA-BILA memang PT A Indonesia mundur
bekerja sama dengan Pemprov Kaltim, PT B siap berganti nama menjadi C.
Yefrizal, wakil direktur B, mengatakan dengan menggunakan PT B, biaya yang
harus dikeluarkan Pemprov Kaltim akan bisa ditekan atau tak sebesar mendirikan
perusahaan penerbangan baru. "Kami sebenarnya sudah memiliki ciri khas
Kaltim. Bodi pesawat yang kami gunakan juga bercorak Kaltim. Nama B itu diambil
dari singkatan Kalimantan Star atau Bintang Kalimantan," beber Yefrizal,
wakil direktur B, kemarin. Namun, soal rencana ganti nama itu, tidak bisa serta
merta dilakukan. "Kalau kami diajak bicara, kami siap. Kalau soal berganti
nama, kita bisa bicarakan bagaimana prosesnya, agar semua keinginan diakomodir.
Saya ngga mau janji-janji dulu," tegasnya. Sekadar diketahui, B yang
berkantor pusat di Samarinda saat ini melayani penerbangan di empat provinsi di
Kalimantan, yaitu Kaltim, Kalsel, Kalteng, dan Kalbar. Untuk Kaltim, B melayani
penerbangan Balikpapan, Samarinda, Nunukan, Tarakan, Berau, dan lainnya.
Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Fauzi A Bahtar
mendukung B menjadi C. Apalagi B juga milik pengusaha lokal. “Bila memang ingin
menggunakan B, maka ini sesuai dengan harapan gubernur Kaltim untuk
memberdayakan pengusaha lokal. B juga sudah berpengalaman di bidang operator
penerbangan," ulasnya. Dengan begitu, katanya tinggal format kerja samanya
saja yang diatur. "Kalau untuk skala Kaltim, B saya rasa cukup saja. Tapi
kalau untuk skala nasional, silakan panggil investor dari luar. Jangan sampai
memanggil investor dari luar, tapi skala penerbangannya Kaltim. Kalau hanya
untuk Kaltim, mending yang ada saja ditingkatkan," ujarnya. TAK ETIS Soal
niat PT A Indonesia membangun maskapai C sendiri, tanpa melibatkan X juga
membuat Fauzi Bahtar heran. Bagaimana tidak, sebagai penggagas, pemprov justru
ditinggalkan. “Jika dilihat dari sisi hukum, sebenarnya tak ada yang dilanggar.
Tapi kalau ditanya apakah dalam dunia bisnis itu etis atau tidak, saya bilang
itu tidak etis. Tidak punya etika. Apalagi, MoU (memorandum of
understanding/nota kesepahaman, Red.) sudah ditandatangani,” ujar Fauzi, Senin
(15/6) kemarin. Menurut Fauzi, PT A seperti sudah tak memiliki moral. “Buat apa
pemprov bekerja dengan perusahaan yang tidak memiliki moral,” katanya. Fauzi
mengatakan, rencana pendirian C adalah langkah maju yang perlu didukung, namun
harus dikaji dan diperhitungkan isi kesepakatan dan persaingan penerbangan yang
sudah ada. Kadin juga heran dengan alasan PT A enggan bekerja sama dengan X,
sebagai kepanjangan tangan pemprov, gara-gara sulit mendapat dana dari
perbankan. “Justru, sebagai investor, seharusnya sudah punya dana segar,
bukannya setelah ada proyek baru mencari dana. Investor apa itu? Memangnya X
tidak memiliki dana?” tanyanya. Fauzi menyoroti pernyataan PT A yang bertekad
terus maju membangun C. Apalagi, sudah Rp 200 juta dana yang dikeluarkan untuk
studi kelayakan pendirian maskapai. “Setahu saya, untuk investor maskapai, dana
itu terhitung kecil. Dana untuk membuat FS (feasibility study/studi kelayakan,
Red.) maskapai itu bisa sampai Rp 1 miliar,” tegasnya.(eff/fel/kpnn)
tanggapan :
banyak kasus seperti ini terjadi karna untuk kepentingan individu atau
perusahaan semata bukan untuk orang lain atau bersama. dan sangat tak etis
mempunyai kepribadian seperti ini karna merugikan banyak pihak.
Sumber:
http://metrobalikpapan.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=17347
4 oktober 2009 04:42 pm
Contoh Kasus 2 Bisnis Yang Tidak
Beretika
Bisnis money changer biasanya dibuka di daerah yang
banyak dihuni oleh masyarakat asing. Atau di sekitar objek-objek wisata
ibukota. Karena di tempat tersebut diyakini banyak dikunjungi oleh orang asing
yang otomatis membawa valuta asing (valas) bersama mereka.Namun, seiring
perkembangan zaman dan informasi. Valas tidak hanya dimonopoli oleh masyarakat
asing pendatang saja. Sebagian besar warga ibukota sudah mulai ngetrend
menyimpan valas sebagai bentuk investasi pribadi. Apalagi jika melihat
flaktuasi perdagangan valas internasional, terdapat selisih nilai yang sangat
besar jika ditukar ke mata uang lokal. Sebagai pribadi yang sebelumnya pernah
tinggal di luar negeri, otomatis kami memilikisimpanan beberapa jenis valas
yang menurut pertimbangan sebelumnya, nilai tukarnya akan tetap bertahan
stabil, seperti Euro dan Dollar Amerika. Namun siapa nyana, justeru valas dari
negeri tersebut yang rajin terjun bebas, sebagai imbas dari mega krisis di
negeri itu.
Beberapa waktu yang lalu, karena ingin menukar valas
dollar Amerika ke dalam rupiah, kami menuju ke daerah xxxx, karena info dari
tetangga di sana banyak money changer yang bersedia membeli valas dengan harga
tinggi. Ternyata memang benar, dari kurs yang ditawarkan oleh bank-bank
resmi, nilai tukar di money changer Pt. xxxx, tergolong lebih tinggi hingga 50
poin. Gilanya, untuk bisa menukar valas dollar Amerika dengan nilai tukar
tinggi tersebut, valas yang kita miliki terlebih dahulu diobok-obok oleh
beberapa tangan, yang katanya ahli valas di money changer Antar Artha itu.
Setelah beberapa menit proses verifikasi tradisional dengan cara, mengurut,
meraba dan mencium. Akhirnya, sang ahli sampai kepada keputasannya, bahwa valas
yang kami miliki kurang rapi dan cacat. Sehingga nilainya turun sampai 75 poin.
Yaudah, karena kami pun baru pertama kali menukar valas di tanah air, setuju
saja dengan keputusan mereka, dan mengambil uang hasil tukaran dalam bentuk
rupiah.Seminggu kemudian, setelah menarik valas dollar Amerika tanpa cacat dari
xxxx. Kami langsung ke money changer xxxx, kebetulan nilai tukarnya tergolong
tinggi saat itu, yaitu 75 poin diatas kurs bank umum. Saat itu, kami ingin
menukar seribu dollar Amerika ke dalam rupiah. Tanpa membuang waktu, langsung
kami serahkan amplop berisi valas dollar kepada petugas money changer. Seperti
biasanya, ahli valas mereka langsung melakukan aksi, pijit, usap, cium pada
lembaran valas itu. Namun, karena kami tidak ingin kecele untuk kedua kalinya,
memperhatikan semua proses tersebut dengan teliti. Dari aksi cepat sang ahli
valas, tiba-tiba kami melihat sedikit kejanggalan. Sewaktu menyerahkan valas
tersebut kepada ahli yang lain untuk dicoba keasliannya, mereka seenaknya
melepar valas itu ke keyboard komputer temannya, karena terhalang meja konter
maka orang biasa susah untuk melihat adegan itu. Lalu, aksi itu diulang-ulang
ke semua penjaga konter yang berada disitu. Berarti lumrah jika sisi-sisi uang
asing itu terdapat cacat, karena lipatan kecil akibat dilempar kasar oleh
mereka.
Betul saja dugaan kami, setelah berselang beberapa
menit, sang ahli valas menjelaskan kepada kami, jika valas itu ada cacat di
sisinya. Sehingga otomatis nilanya pun turun 50 poin. Sontak, penjelasan itu
membuat kami emosi, dan menjelaskan kembali bahwa mereka lah yang menyebabkan
uang tersebut cacat, padahal kami memperlakukannya bak intan permata, eh malah mereka
dengan enaknya melempar sesuka hati. Karena kesepakatan harga tidak kunjung
ketemu, dengan sedikit emosi kami pun berlalu dari situ, sambil mengucapkan ”
Ini yang terakhir kami kesini”, namun mereka hanya membalas dengan senyum
dingin.
Yang menjadi pertanyaan kami, dimana peran Bank
Indonesia (BI) dalam aktifitas money changer tersebut. Seharusnya sebagai
satu-satunya institusi tertinggi yang mengurusi moneter dan izin usaha money
changer di bumi nusantara ini, harus sudah siap dengan beberbagai perangkat
canggih pengetesan valas. Bukan dengan cara tradisional yang kuno; Pijit, Elus,
Cium. Sehingga rawan terjadinya manipulasi, dan ujung-ujungnya adalah penipuan.
Yang akhirnya masyarakat awam juga yang menjadi korban.Satu hal lagi yang
membuat kami tidak habis pikir, valas dollar Amerika yang akan ditukar ke dalam
rupiah, tidak boleh memiliki cacat sedikitpun. Padahal di Singapura, Malaysia,
Thailand bahkan di Cairo dan Dubai sekalipun, valas dollar yang sudah
terlipat-lipat dalam dompet, jika ditukar tetap nilainya sama. Sangat ganjil
dengan apa yang terjadi di tanah air, sehingga rawan akan penipuan dan
manipulasi.
Dari beberapa temuan aneh yang kami jumpai di
lapangan, baik menyangkut perlakuan curang dari money changer Antar Artha, dan
beberapa money changer lainnya. Begitu juga menyangkut penggunaan alat diteksi
valas tradisional yang diragukan cara kerjanya, jelas terlihat peran BI sangat
lemah disini. Padahal peran BI sangat krusial dalam menangani masalah moneter
dalam negeri. Berbeda dengan negara-negara asing, hampir setiap konter money
changer wajib menggunakan peralatan canggih khusus secara seragam dari bank
sentral, walaupun kadang untuk beberapa ditik tetap melakukan aksi urut valas,
tapi sebatas untuk meyakinkan saja, bukan untuk merusak seperti halnya di
Indonesia.Pengalaman pahit yang kami hadapi ini, sedikit banyak telah
menunjukkan adanya indikasi peraktik curang dalam pengelolaan bisnis money
changer di tanah air. Serta sudah saatnya kepada BI merapikan secepatnya semua
praktik jahat tersebut. Sehingga korban dari masyarakat awam yang buta akan
peraktik ini, dapat segera dihentikan. Harapan kami, pengalaman pahit ini
bermanfaat untuk semua, demi meningkatkan kewaspadaan diri sebelum bertransaksi
dengan money changer.
komentar penulis :
dengan adanya bisnis penukraan uang curang seperti ini
akan merusak nama bisnis penukaraan indonesia, hendaknya oknum oknum nakal di
tidak dan di pidanakan... serta untuk penglola bisnis penukaraan uang yang lain
di bina agar tidak melakukan tidakaan curang.
sumber
: http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/02/06/bisnis-curang-ala-money-changer-436957.html