Selasa, 14 Oktober 2014

TUGAS ETIKA BISNIS - SOFTSKILL



NAMA            : TOYA LEBANG
NPM               : 17211158
KELAS           : 4EA03
TUGAS           : ETIKA BISNIS

Contoh Kasus 1 Bisnis Yang Tidak Beretika

Selasa, 16 Juni 2009 , 11:31:00 
PT A Tidak Punya Etika PT B Siap Jadi C SAMARINDA-BILA memang PT A Indonesia mundur bekerja sama dengan Pemprov Kaltim, PT B siap berganti nama menjadi C. Yefrizal, wakil direktur B, mengatakan dengan menggunakan PT B, biaya yang harus dikeluarkan Pemprov Kaltim akan bisa ditekan atau tak sebesar mendirikan perusahaan penerbangan baru. "Kami sebenarnya sudah memiliki ciri khas Kaltim. Bodi pesawat yang kami gunakan juga bercorak Kaltim. Nama B itu diambil dari singkatan Kalimantan Star atau Bintang Kalimantan," beber Yefrizal, wakil direktur B, kemarin. Namun, soal rencana ganti nama itu, tidak bisa serta merta dilakukan. "Kalau kami diajak bicara, kami siap. Kalau soal berganti nama, kita bisa bicarakan bagaimana prosesnya, agar semua keinginan diakomodir. Saya ngga mau janji-janji dulu," tegasnya. Sekadar diketahui, B yang berkantor pusat di Samarinda saat ini melayani penerbangan di empat provinsi di Kalimantan, yaitu Kaltim, Kalsel, Kalteng, dan Kalbar. Untuk Kaltim, B melayani penerbangan Balikpapan, Samarinda, Nunukan, Tarakan, Berau, dan lainnya. Terpisah, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kaltim Fauzi A Bahtar mendukung B menjadi C. Apalagi B juga milik pengusaha lokal. “Bila memang ingin menggunakan B, maka ini sesuai dengan harapan gubernur Kaltim untuk memberdayakan pengusaha lokal. B juga sudah berpengalaman di bidang operator penerbangan," ulasnya. Dengan begitu, katanya tinggal format kerja samanya saja yang diatur. "Kalau untuk skala Kaltim, B saya rasa cukup saja. Tapi kalau untuk skala nasional, silakan panggil investor dari luar. Jangan sampai memanggil investor dari luar, tapi skala penerbangannya Kaltim. Kalau hanya untuk Kaltim, mending yang ada saja ditingkatkan," ujarnya. TAK ETIS Soal niat PT A Indonesia membangun maskapai C sendiri, tanpa melibatkan X juga membuat Fauzi Bahtar heran. Bagaimana tidak, sebagai penggagas, pemprov justru ditinggalkan. “Jika dilihat dari sisi hukum, sebenarnya tak ada yang dilanggar. Tapi kalau ditanya apakah dalam dunia bisnis itu etis atau tidak, saya bilang itu tidak etis. Tidak punya etika. Apalagi, MoU (memorandum of understanding/nota kesepahaman, Red.) sudah ditandatangani,” ujar Fauzi, Senin (15/6) kemarin. Menurut Fauzi, PT A seperti sudah tak memiliki moral. “Buat apa pemprov bekerja dengan perusahaan yang tidak memiliki moral,” katanya. Fauzi mengatakan, rencana pendirian C adalah langkah maju yang perlu didukung, namun harus dikaji dan diperhitungkan isi kesepakatan dan persaingan penerbangan yang sudah ada. Kadin juga heran dengan alasan PT A enggan bekerja sama dengan X, sebagai kepanjangan tangan pemprov, gara-gara sulit mendapat dana dari perbankan. “Justru, sebagai investor, seharusnya sudah punya dana segar, bukannya setelah ada proyek baru mencari dana. Investor apa itu? Memangnya X tidak memiliki dana?” tanyanya. Fauzi menyoroti pernyataan PT A yang bertekad terus maju membangun C. Apalagi, sudah Rp 200 juta dana yang dikeluarkan untuk studi kelayakan pendirian maskapai. “Setahu saya, untuk investor maskapai, dana itu terhitung kecil. Dana untuk membuat FS (feasibility study/studi kelayakan, Red.) maskapai itu bisa sampai Rp 1 miliar,” tegasnya.(eff/fel/kpnn) 

tanggapan : banyak kasus seperti ini terjadi karna untuk kepentingan individu atau perusahaan semata bukan untuk orang lain atau bersama. dan sangat tak etis mempunyai kepribadian seperti ini karna merugikan banyak pihak. 


Sumber:

http://metrobalikpapan.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=17347 4 oktober 2009 04:42 pm

Contoh Kasus 2 Bisnis Yang Tidak Beretika

Bisnis money changer biasanya dibuka di daerah yang banyak dihuni oleh masyarakat asing. Atau di sekitar objek-objek wisata ibukota. Karena di tempat tersebut diyakini banyak dikunjungi oleh orang asing yang otomatis membawa valuta asing (valas) bersama mereka.Namun, seiring perkembangan zaman dan informasi. Valas tidak hanya dimonopoli oleh masyarakat asing pendatang saja. Sebagian besar warga ibukota sudah mulai ngetrend menyimpan valas sebagai bentuk investasi pribadi. Apalagi jika melihat flaktuasi perdagangan valas internasional, terdapat selisih nilai yang sangat besar jika ditukar ke mata uang lokal. Sebagai pribadi yang sebelumnya pernah tinggal di luar negeri, otomatis kami memilikisimpanan beberapa jenis valas yang menurut pertimbangan sebelumnya, nilai tukarnya akan tetap bertahan stabil, seperti Euro dan Dollar Amerika. Namun siapa nyana, justeru valas dari negeri tersebut yang rajin terjun bebas, sebagai imbas dari mega krisis di negeri itu.

Beberapa waktu yang lalu, karena ingin menukar valas dollar Amerika ke dalam rupiah, kami menuju ke daerah xxxx, karena info dari tetangga di sana banyak money changer yang bersedia membeli valas dengan harga tinggi.  Ternyata memang benar, dari kurs yang ditawarkan oleh bank-bank resmi, nilai tukar di money changer Pt. xxxx, tergolong lebih tinggi hingga 50 poin. Gilanya, untuk bisa menukar valas dollar Amerika dengan nilai tukar tinggi tersebut, valas yang kita miliki terlebih dahulu diobok-obok oleh beberapa tangan, yang katanya ahli valas di money changer Antar Artha itu. Setelah beberapa menit proses verifikasi tradisional dengan cara, mengurut, meraba dan mencium. Akhirnya, sang ahli sampai kepada keputasannya, bahwa valas yang kami miliki kurang rapi dan cacat. Sehingga nilainya turun sampai 75 poin. Yaudah, karena kami pun baru pertama kali menukar valas di tanah air, setuju saja dengan keputusan mereka, dan mengambil uang hasil tukaran dalam bentuk rupiah.Seminggu kemudian, setelah menarik valas dollar Amerika tanpa cacat dari xxxx. Kami langsung ke money changer xxxx, kebetulan nilai tukarnya tergolong tinggi saat itu, yaitu 75 poin diatas kurs bank umum. Saat itu, kami ingin menukar seribu dollar Amerika ke dalam rupiah. Tanpa membuang waktu, langsung kami serahkan amplop berisi valas dollar kepada petugas money changer. Seperti biasanya, ahli valas mereka langsung melakukan aksi, pijit, usap, cium pada lembaran valas itu. Namun, karena kami tidak ingin kecele untuk kedua kalinya, memperhatikan semua proses tersebut dengan teliti. Dari aksi cepat sang ahli valas, tiba-tiba kami melihat sedikit kejanggalan. Sewaktu menyerahkan valas tersebut kepada ahli yang lain untuk dicoba keasliannya, mereka seenaknya melepar valas itu ke keyboard komputer temannya, karena terhalang meja konter maka orang biasa susah untuk melihat adegan itu. Lalu, aksi itu diulang-ulang ke semua penjaga konter yang berada disitu. Berarti lumrah jika sisi-sisi uang asing itu terdapat cacat, karena lipatan kecil akibat dilempar kasar oleh mereka.

Betul saja dugaan kami, setelah berselang beberapa menit, sang ahli valas menjelaskan kepada kami, jika valas itu ada cacat di sisinya. Sehingga otomatis nilanya pun turun 50 poin. Sontak, penjelasan itu membuat kami emosi, dan menjelaskan kembali bahwa mereka lah yang menyebabkan uang tersebut cacat, padahal kami memperlakukannya bak intan permata, eh malah mereka dengan enaknya melempar sesuka hati. Karena kesepakatan harga tidak kunjung ketemu, dengan sedikit emosi kami pun berlalu dari situ, sambil mengucapkan ” Ini yang terakhir kami kesini”, namun mereka hanya membalas dengan senyum dingin.

Yang menjadi pertanyaan kami, dimana peran Bank Indonesia (BI) dalam aktifitas money changer tersebut. Seharusnya sebagai satu-satunya institusi tertinggi yang mengurusi moneter dan izin usaha money changer di bumi nusantara ini, harus sudah siap dengan beberbagai perangkat canggih pengetesan valas. Bukan dengan cara tradisional yang kuno; Pijit, Elus, Cium. Sehingga rawan terjadinya manipulasi, dan ujung-ujungnya adalah penipuan. Yang akhirnya masyarakat awam juga yang menjadi korban.Satu hal lagi yang membuat kami tidak habis pikir, valas dollar Amerika yang akan ditukar ke dalam rupiah, tidak boleh memiliki cacat sedikitpun. Padahal di Singapura, Malaysia, Thailand bahkan di Cairo dan Dubai sekalipun, valas dollar yang sudah terlipat-lipat dalam dompet, jika ditukar tetap nilainya sama. Sangat ganjil dengan apa yang terjadi di tanah air, sehingga rawan akan penipuan dan manipulasi.

Dari beberapa temuan aneh yang kami jumpai di lapangan, baik menyangkut perlakuan curang dari money changer Antar Artha, dan beberapa money changer lainnya. Begitu juga menyangkut penggunaan alat diteksi valas tradisional yang diragukan cara kerjanya, jelas terlihat peran BI sangat lemah disini. Padahal peran BI sangat krusial dalam menangani masalah moneter dalam negeri. Berbeda dengan negara-negara asing, hampir setiap konter money changer wajib menggunakan peralatan canggih khusus secara seragam dari bank sentral, walaupun kadang untuk beberapa ditik tetap melakukan aksi urut valas, tapi sebatas untuk meyakinkan saja, bukan untuk merusak seperti halnya di Indonesia.Pengalaman pahit yang kami hadapi ini, sedikit banyak telah menunjukkan adanya indikasi peraktik curang dalam pengelolaan bisnis money changer di tanah air. Serta sudah saatnya kepada BI merapikan secepatnya semua praktik jahat tersebut. Sehingga korban dari masyarakat awam yang buta akan peraktik ini, dapat segera dihentikan.  Harapan kami, pengalaman pahit ini bermanfaat untuk semua, demi meningkatkan kewaspadaan diri sebelum bertransaksi dengan money changer.


komentar penulis :

dengan adanya bisnis penukraan uang curang seperti ini akan merusak nama bisnis penukaraan indonesia, hendaknya oknum oknum nakal di tidak dan di pidanakan... serta untuk penglola bisnis penukaraan uang yang lain di bina agar tidak melakukan tidakaan curang.

sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/02/06/bisnis-curang-ala-money-changer-436957.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar