NAMA :
TOYA LEBANG
NPM :
17211158
KELAS: 3EA03
Materi 10
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP
PEMBELIAN DAN KONSUMSI
Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi
(budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal
manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam
bahasa Indonesia.
Definisi budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya
diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan
orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,
membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya
turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar
dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang
mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat
dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai
budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan
alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.
Citra budaya yang bersifat memaksa
tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang
layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan
pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang
menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas
seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Seseorang Menemukan Nilai- Nilai
yang di Anut
Nilai sosial adalah nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu
dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses
menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut
masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang
lain terdapat perbedaan tata nilai
Ciri-ciri pembentukan nilai-nilai
sosial yang di anut
- Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antarwarga masyarakat.
- Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
- Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
- Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
- Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
- Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
- Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
- Cenderung berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai
sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu nilai dominan dan nilai mendarah
daging (internalized value).
Nilai dominan adalah nilai yang
dianggap lebih penting daripada nilai lainnya. Ukuran dominan tidaknya suatu
nilai didasarkan pada hal-hal berikut.
- Banyak orang yang menganut nilai tersebut. Contoh, sebagian besar anggota masyarakat menghendaki perubahan ke arah yang lebih baik di segala bidang, seperti politik, ekonomi, hukum, dan sosial.
- Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh anggota masyarakat.
- Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai tersebut. Contoh, orang Indonesia pada umumnya berusaha pulang kampung (mudik) di hari-hari besar keagamaan, seperti Lebaran atau Natal.
- Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai tersebut. Contoh, memiliki mobil dengan merek terkenal dapat memberikan kebanggaan atau prestise tersendiri.
Nilai mendarah daging (internalized
value)
Nilai mendarah daging adalah nilai
yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga ketika seseorang
melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah
sadar). Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil.
Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa
sangat bersalah. Contoh, seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah
kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung
jawab. Demikian pula, guru yang
melihat siswanya gagal dalam ujian
akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.
Bagi manusia, nilai berfungsi
sebagai landasan, alasan, atau motivasi dalam segala tingkah laku dan
perbuatannya. Nilai mencerminkan kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup
seseorang dalam masyarakat. Menurut Notonegoro,nilai sosial terbagi 3, yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi fisik/jasmani seseorang.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang mendukung aktivitas seseorang.
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jiwa/psikis seseorang.
Pengaruh Kebudayaan Terhadap
Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut
Shiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang diperhatikan konsumen dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau
ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya
dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilaku konsumen menurut
Loudon dan Della Bitta (1993)
adalah proses pengambilan keputusan
dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu
dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan
jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995)
consumer behavior dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan
tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.
Model perilaku konsumen
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar:
Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang
dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar−benar memahami bagaimana konsumen akan
memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang
berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
Faktor Budaya
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
Faktor budaya memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas social pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Budaya merupakan kumpulan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis: kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area geografis. Banyak subbudaya membentuk segmen pasar penting dan pemasar seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen.
Kelas-kelas sosial adalah masyarakat yang relatif permanen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial bukan ditentukan oleh satu faktor tunggal, seperti pendapatan, tetapi diukur dari kombinasi pendapatan, pekerjaan, pendidikan, kekayaan dan variable lain.
STRUKTUR KONSUMSI
Secara matematis struktur konsumsi
yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan
antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan
distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga
(permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam
permintaan dari D1 ke D2bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang
diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva
penawaran (S).
DAMPAK NILAI- NILAI INTI TERHADAP
PEMASAR
1.
Kebutuhan
Konsep dasar yang melandasi
pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari
rasa kehilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks.
Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena bukan hanya fisik (makanan,
pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi,
penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen,
bila tidak puas konsumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan
kebutuhan tersebut.
2.
Keinginan
Bentuk kebutuhan manusia yang
dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual dinamakan keinginan.
Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka
atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat
yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada
keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang
bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menembus
keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya.
Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut
tergantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya. Orang Yogya akan memenuhi
kebutuhan makannya dengan gudeg, orang Jepang akan memuaskan keinginannya
dengan makanan sukayaki dll.
3.
Permintaan
Dengan keinginan dan kebutuhan serta
keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan
produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah
istilah permintaan, yaitu keinginan manusia akan produk spesifik yang didukung
oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.
PERUBAHAN
NILAI
Budaya juga perlu mengalami
perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya
yaitu :
a.
Budaya merupakan konsep yang
meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari
pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak
menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal
tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi
kepuasan.
b. Budaya adalah hal yang diperoleh.
Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga,
bermula dari perilaku manusia tersebut.
c.
Kerumitan dari masyarakat modern
yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang
terperinci atas perilaku yang tepat.
Variasi nilai
perubahan dalam nilai budaya terhadap pembelian dan konsumsi
Nilai budaya memberikan dampak yang
lebih pada perilaku konsumen dimana dalam hal ini dimasukkan kedalam
kategori-kategori umum yaitu berupa orientasi nilai-nilai lainnya yaitu
merefleksi gambaran masyarakat dari hubungan yang tepat antara individu dan kelompok
dalam masyarakat. Hubungan ini mempunyai pengaruh yang utama dalam praktek
pemasaran. Sebagai contoh, jika masyarakat menilai aktifitas kolektif, konsumen
akan melihat kearah lain pada pedoman dalam keputusan pembelanjaan dan tidak
akan merespon keuntungan pada seruan promosi untuk “menjadi seorang
individual”. Dan begitu juga pada budaya yang individualistik. Sifat dasar dari
nilai yang terkait ini termasuk individual/kolektif, kaum muda/tua,
meluas/batas keluarga, maskulin/feminim, persaingan/kerjasama, dan
perbedaan/keseragaman.
Individual/kolektif
Budaya individualis terdapat pada
budaya Amerika, Australia, Inggris, Kanada, New Zealand, dan Swedia. Sedangkan
Taiwan, Korea, Hongkong, Meksiko, Jepang, India, dan Rusia lebih kolektifis
dalam orientasi mereka. Nilai ini adalah faktor kunci yang membedakan budaya,
dan konsep diri yang berpengaruh besar pada individu. Tidak mengherankan,
konsumen dari budaya yang memiliki perbedaan nilai, berbeda pula reaksi mereka
pada produk asing, iklan, dan sumber yang lebih disukai dari suatu informasi.
Seperti contoh, konsumen dari Negara yang lebih kolektifis cenderung untuk
menjadi lebih suka meniru dan kurang inovatif dalam pembelian mereka
dibandingkan dengan budaya individualistik. Dalam tema yang diangkat seperti ”
be your self” dan “stand out”, mungkin lebih efektif di negara amerika tapi
secara umum tidak di negara Jepang, Korea, atau Cina.
Usia
muda/tua
Dalam hal ini apakah dalam budaya
pada suatu keluarga, anak-anak sebagai kaum muda lebih berperan dibandingkan
dengan orang dewasa dalam pembelian. Dengan kata lain adalah melihat faktor
budaya yang lebih bijaksana dalam melihat sisi dari peran usia. Seperti contoh
di Negara kepulauan Fiji, para orang tua memilih untuk menyenangkan anak mereka
dengan membeli suatu barang. Hal ini berbeda dengan para orang tua di Amerika
yang memberikan tuntutan yang positif bagi anak mereka. Disamping itu, walaupun
Cina memiliki kebijakan yang mengharuskan untuk membatasi keluarga memiliki
lebih dari satu anak, tetapi bagi budaya mereka anak merupakan “kaisar kecil”
bagi mereka. Jadi, apapun yang mereka inginkan akan segera dipenuhi. Dengan
kata lain, penting untuk diingat bahwa segmen tradisional dan nilai masih
berpengaruh dan pera pemasar harus menyesuaikan bukan hanya pada lintas budaya
melainkan juga pada budaya didalamnya.
Luas/batasan
keluarga
Yang dimaksud disini adalah
bagaimana keluarga dalam suatu budaya membuat suatu keputusan penting bagi
anggota keluarganya. Dengan kata lain apakah peran orang dewasa (orang tua)
memiliki kebijakan yang lebih dalam memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya.
Atau malah sebaliknya anak-anak memberi keputusan sendiri apa yang terbaik bagi
diri mereka sendiri. Dan bisa dikatakan juga bahwa pengaruh pembelian oleh orang
tua akan berpengaruh untuk seterusnya pada anak. Seperti contoh pada beberapa
budaya yaitu seperti di Meksiko, sama halnya dengan Amerika, peran orang dewasa
sangat berpengaruh. Para orang tua lebih memiliki kecenderungan dalam mengambil
keputusan dalam membeli. Begitu juga para orang dewasa muda di Thailand yang
hidup sendiri diluar dari orang tua atau keluarga mereka. Tetapi ketergantungan
dalam membeli masih dipengaruhi oleh orang tua maupun keluarga mereka. Yang
lain halnya di India, sesuatu hal yang akan dibeli diputuskan bersama-sama
dalam satu keluarga yaitu seperti diskusi keluarga diantara mereka.
PERUBAHAN INSTITUSI
REPUBLIKA.CO.ID,KARANGAYAR –
Pelestarian terhadap seni budaya batik menjadi salah kaprah. Masalahnya,
seluruh siswa SMP dan SMA/SMK di Kabupaten Karanganyar diwajibkan membeli
seragam batik. Kewajiban ini berlaku bagi siswa baru maupun siswa lama saat
orangtua mengambil rapot kenaikan kelas.
Koleksi seragam sekolah bertambah.
Siswa SMP, misalnya, selain memiliki seragam putih-biru dan Pramuka, kini
bertambah seragam batik. Demikian dengan siswa SMA/SMK. Selain seragam
putih-abu-abu dan Pramuka, kini juga bertambah seragam batik.
Ini yang dipersoalkan orangtua di
sana. Mereka bukan saja mempermasalahkan cara ”paksaan” yang dilakukan pihak
sekolah. Tapi, soal harga yang terlalu tinggi.
”Masak seragam batik printing
harganya Rp 179 ribu per potong,” tutur salah seorang walisiswa kepada Republika.
Walisiswa dari sebuah SMPN di Jaten,
Karangnyar, ini merasa keberatan dengan model pungutan seperti ini. Masalahnya,
siswa setiap ajaran baru itu wajib membeli seragam reguler dan seragam
olahraga.
Menurutnya, banyak orangtua yang
memprotes. Tapi, mereka tak dapat berbuat banyak. ”kebijakan seragam batik
sebagai identitas sekolah. Mau tidak mau, siswa harus membeli,” katanya.
Siswa SMAN I Karanganyar mewajibkan
membeli seragam batik lewat koperasi sekolah. Orangtua disodori belangko
pembelian seragam batik senilai Rp 179 ribu. Ini diberikan saat orangtua
mengambil rapor. Dalam blangko disebutkan, orangtua bisa membayar batik saat
mengambil rapor. Atau setelah libur sekolah.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar